Kesetaraan gender pada sektor pertanian?

ɴᴀʏᴀᴅʜᴇʏᴜ
3 min readApr 17, 2021
Flower vector created by macrovector_official — www.freepik.com

Sebagai negara agraris, tentu saja pertanian menjadi sektor terpenting di negara ini. Tecatat bahwa sektor pertanian di Indonesia menyumbang 14% dari produk domestik bruto (PDB) negara dan juga sumber lapangan kerja terbesar kedua. Lebih lanjut, sekitar 40% bagian dari keluarga petani kecil adalah perempuan. Namun, mayoritas perempuan-perempuan ini hanya berkontribusi pada tahap produksi karena keterbatasan akses pada hak tanah, kredit, maupun layanan lainnya.

Berkaitan dengan hal tersebut, Kementrian Agraria Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) juga menargetkan pendistribusian sertifikat seluruh tanah di Indonesia pada tahun 2025. Target ini dikawal ketat oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), sebuah organisasi yang berjuang dalam reforma agraria. Dewi Kartika, Sekertaris Jendral KPA, mengatakan bahwa Undang-Undang Agraria 1960 mengakui perlunya kesetaraan gender dalam bidang pertanian termasuk sertifikat tanah yang seringkali hanya diberikan kepada laki-laki. Dengan demikian, KPA bekerja sama dengan serikat tani memastikan bahwa sertifikat didistribusikan secara adil dan merata, tak terbatas pada gender.

Nilai-nilai patriarki yang melekat pada kehidupan sosial memang telah membatasi gerak perempuan. Sebut saja hal yang paling mendasar, perbedaan struktural pada rumah tangga yang menempatkan perempuan untuk memiliki peran ganda: perempuan sebagai ibu rumah tangga dan perempuan sebagai pencari nafkah (utama/tambahan). Belum lagi, masih banyak perempuan yang memegang teguh norma dan adat istiadat yang ada — perempuan dilarang untuk mewarisi tanah keluarga. Di beberapa daerah, organisasi dan pertemuan pertanian juga seringkali didominasi oleh laki-laki — perempuan baiknya mengurus dapur, laki-laki membuat keputusan untuk kelangsungan hidup mereka. Hal-hal ini telah menempatkan peran perempuan dalam keterbatasan akses, khususnya pada kepemimpinan maupun pengambil keputusan.

Namun, bukan berarti sepenuhnya tak ada peran bagi perempuan dalam sektor ini. Sebenarnya, pengarus utamaan gender pada sektor pertanian sudah diinisiasi melalui RPJMN 2015–2019. Kelompok Wanita Tani (KWT) menjadi salah satu cara untuk melibatkan kaum perempuan sebagai aktor penggerak dan pelaku utama pertanian. Salah satu contoh adalah Sekolah Mama Berkebun (SMB) di Maluku Tengah yang telah berkontribusi aktif dalam sektor pertanian. SMB merupakan sekolah informal yang didirikan oleh Pdt. Pieter Ursia dan diresmikan oleh Staff Dirjen Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi pada Juni 2018 yang menjadi wadah bagi kelompok tani perempuan untuk belajar menanam. Sekolah ini beranggotakan sekitar 200 tani perempuan yang berasal dari 5 desa di Teon Nila Serua, yakni Desa Lesluru, Trana, Jerili, Kuralele, and Waru. Di sini, mama-mama secara mingguan diajarkan untuk mengelola lahan produktif dan demplot. Adanya SMB ini telah membantu petani perempuan untuk tidak hanya memenuhi kebutuhan rumah tangga harian, namun juga membuktikan eksistensi kepemimpinan petani-petani perempuan. Dengan kata lain, bisa dikatakan SMB adalah salah satu bentuk perjuangan kesetaraan gender. Selain itu, dengan adanya peran dan kontribusi petani perempuan dapat membantu meningkatkan angka produktivitas dan stabilitas sektor pertanian negara.

Karenanya, masih dibutuhkan peran aktif petani perempuan di lapangan yang lebih banyak. Beberapa aksi konkrit: perempuan diberikan kesempatan untuk memilih komoditas yang ingin ditanam, mengambil keputusan, hingga memasarkan produk. Tak luput pula pentingnya peningkatan pendidikan yang meliputi pengetahuan dasar dan teknologi sebagai bekal para petani ini. Dengan adanya partisipasi yang merata seperti ini, cita-cita Indonesia untuk menjadi lumbung pangan dunia di tahun 2045 mungkin saja bukan hanya angan-angan semata.

Tetapi, sering terjadi di negara +62: pemerintah mengabaikan peran perempuan dalam pencapaian pembangunan negara. Buktinya, masih banyak PR kebijakan penghidupan warga perempuan secara umum yang luput ataupun tak selesai, apalagi yang menyasar pada petani perempuan. Kira-kira, sudah berapa banyak artikel yang sudah kamu baca tentang peran penting perempuan dalam pembangunan bangsa?

Tulisan ini dibuat sebagai respons dari tugas evaluasi Kelas Feminisme (19 Maret 2021), “Analisis Kesetaraan Gender di Indonesia” dalam ​Ilusi Identitas Gender, yang diadakan oleh @ekskulindonesia.

--

--